Bupati Umrah Saat Bencana: Fakta Baru Terungkap!
Bupati Umrah Saat Bencana Aceh: Fakta, Respons, dan Polemik
Bupati Aceh Selatan Mirwan MS menjadi pusat perhatian setelah terungkap berangkat umrah ketika wilayahnya berada dalam status darurat bencana. Keputusan itu dinilai tidak tepat waktu dan bertentangan dengan aturan perizinan perjalanan luar negeri bagi kepala daerah.
Bupati Pergi Umrah Saat Bencana Melanda
Pada awal Desember 2025, Aceh Selatan dan sejumlah wilayah lain di Aceh diterjang banjir serta longsor akibat cuaca ekstrem. Ribuan warga terdampak, sementara pemerintah provinsi telah menetapkan status tanggap darurat hidrometeorologi.
Namun di tengah situasi tersebut, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS diketahui berangkat umrah. Informasi keberangkatan ini memicu kritik publik dan membuat pemerintah daerah serta pusat bereaksi cepat.
Fakta makin memanas ketika Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem menegaskan bahwa ia tidak pernah menandatangani izin perjalanan umrah untuk Mirwan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kemudian mengonfirmasi bahwa izin dari pusat juga tidak dikeluarkan.
Perjalanan Tanpa Izin dan Potensi Pelanggaran
Kemendagri menyebut tindakan tersebut sebagai langkah yang fatal. Kepala daerah diwajibkan mendapatkan izin tertulis sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri, terlebih di saat wilayahnya dalam situasi darurat.
Selain itu, Kemendagri melalui Inspektorat Jenderal menyatakan akan memeriksa detail keberangkatan, termasuk sumber biaya perjalanan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada pelanggaran etika maupun regulasi keuangan negara.
Sanksi yang mengancam Mirwan pun tidak ringan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pelanggaran tugas kepala daerah dapat berujung pada teguran tertulis, peringatan keras, hingga pemberhentian sementara dan rekomendasi pemberhentian tetap.
Penjelasan Mirwan MS: “Saya Baru Tahu Setelah Tiba di Mekkah”
Di tengah polemik, Mirwan memberikan klarifikasi melalui pihak Pemkab. Ia menyebut telah turun ke lokasi bencana sebelum keberangkatannya. Menurutnya, ia meninjau korban hingga memerintahkan organisasi perangkat daerah untuk mempercepat penanganan.
Mirwan juga mengaku tidak mengetahui bahwa permohonan izinnya ditolak. Ia beralasan ada kendala jaringan dan listrik di Aceh Selatan sehingga komunikasi terkait status izin tidak tersampaikan tepat waktu.
Dalam keterangannya, ia mengatakan: “Saya baru mengetahui izin ditolak ketika sudah tiba di Mekkah. Gangguan listrik dan sinyal membuat informasi itu tidak masuk ke saya.”
Meski demikian, pernyataannya belum meredakan kritik publik karena status bencana dianggap memerlukan kehadiran langsung kepala daerah.
Sorotan Publik Meningkat Karena Faktor Lain
Kasus ini semakin melebar setelah laporan kekayaan Mirwan menjadi perhatian. Data dari laporan harta kekayaan pejabat negara menunjukkan bahwa Mirwan memiliki kekayaan sekitar Rp25,9 miliar.
Walau tidak berkaitan langsung dengan persoalan izin umrah, informasi tersebut menambah tajam komentar publik yang menilai keputusan Mirwan tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat terdampak bencana.
Reaksi Politik: Dicopot dari Jabatan Partai
Tak hanya di birokrasi, efek dari polemik ini juga muncul di ranah politik. Partai Gerindra selaku partai tempat Mirwan bernaung mencopotnya dari jabatan Ketua DPC Aceh Selatan.
Keputusan itu diambil sebagai respons terhadap tindakan yang dinilai tidak mencerminkan kepemimpinan yang baik. Partai menilai kepala daerah semestinya menjadi sosok yang berada di garis depan saat krisis melanda masyarakat.
Apa Saja yang Dipertanyakan Publik?
Berdasarkan rangkuman isu yang beredar, berikut pertanyaan yang paling banyak muncul di masyarakat:
- Mengapa kepala daerah memilih bepergian saat warganya terdampak bencana?
- Apakah tindakan tersebut melanggar aturan kepegawaian dan tata pemerintahan?
- Siapa yang bertanggung jawab memberi izin, dan mengapa izin tidak diberikan?
- Apa bentuk sanksi yang mungkin dikenakan?
- Bagaimana kejadian ini mempengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah?
Pemeriksaan Kemendagri diharapkan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Pemerintah Pusat Tegas: Kepala Daerah Harus Siaga di Lapangan
Kemendagri menegaskan kembali bahwa saat bencana, kepala daerah harus berada di lokasi untuk memimpin penanganan darurat dan koordinasi antarlembaga.
Wakil Menteri Dalam Negeri menyebut langkah Mirwan sebagai “tindakan fatal”, mengingat kondisi Aceh Selatan pada saat itu membutuhkan koordinasi intensif dari pucuk pimpinan daerah.
Pemerintah pusat dalam beberapa kesempatan memang mengingatkan kepala daerah untuk tidak bepergian ke luar negeri selama masa tanggap darurat, kecuali untuk keperluan sangat mendesak dan telah mendapatkan izin.
Kronologi Singkat Peristiwa
- Akhir November 2025: Aceh Selatan dan wilayah lain di Aceh dilanda banjir dan longsor.
- Awal Desember 2025: Status tanggap darurat ditetapkan oleh pemerintah provinsi.
- Sekitar 2 Desember 2025: Mirwan MS berangkat umrah tanpa izin resmi.
- Setelah keberangkatan: Publik mengetahui keberangkatan tersebut dan kritik mulai bermunculan.
- Gubernur Aceh memberikan pernyataan: Tidak pernah menandatangani izin.
- Kemendagri angkat suara: Menyebut tindakan tersebut fatal dan memulai pemeriksaan internal.
- Partai Gerindra mengambil langkah: Mencopot Mirwan dari jabatan Ketua DPC.
- Pemeriksaan lanjutan: Kemendagri menelusuri administrasi, prosedur, dan sumber biaya umrah.
Analisis: Mengapa Ini Menjadi Kasus Besar?
Peristiwa ini menjadi perhatian nasional bukan hanya karena bupati bepergian tanpa izin, tetapi karena waktunya terjadi ketika masyarakat sedang menghadapi bencana besar.
Setiap langkah kepala daerah saat krisis sangat menentukan efektivitas penanganan darurat. Ketidakhadiran mereka bisa mengganggu koordinasi, memperlambat respon, dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Di sisi lain, argumen Mirwan bahwa dirinya sudah memberikan instruksi sebelum berangkat menunjukkan adanya perbedaan sudut pandang terkait batasan peran kepala daerah dalam situasi darurat. Namun, secara regulasi, izin luar negeri tetap wajib diurus dan menunggu persetujuan sebelum perjalanan dilakukan.
Penutup
Kasus ini menunjukkan pentingnya kehadiran pemimpin di lapangan pada masa bencana serta kepatuhan terhadap aturan administrasi negara. Pemeriksaan Kemendagri akan menjadi penentu akhir apakah Mirwan melanggar ketentuan dan sanksi apa yang akan dijatuhkan.
Polemik ini juga menjadi pengingat bagi seluruh kepala daerah bahwa kepercayaan publik adalah bagian penting dari kepemimpinan, terutama saat masyarakat menghadapi situasi sulit.
P: Arman M
