LISENSI

RmdmRmA6TmA7Rmd8Rmj7Rqw5R7TusBSpMXQpaVQps6ftMBQcsrfoaBL=

CUSTOM CSS DAN JS

CLOSE AD
Artikel,Health,hormon,kesadaran makan,Kesehatan,lingkungan,nafsu makan,pola makan,remaja,

Mengapa Remaja Tetap Ingin Makan Saat Tidak Lapar?

Remaja sedang mengambil camilan meski tidak merasa lapar di lingkungan sekolah
KRINKZ.CO, 17 Desember 2025 – Fenomena remaja yang tetap ingin makan meski tidak merasa lapar menjadi perhatian dalam kajian kesehatan dan perilaku. Kondisi ini bukan semata kebiasaan, melainkan berkaitan dengan perubahan biologis, hormon, serta faktor lingkungan yang memengaruhi cara tubuh remaja mengatur rasa lapar dan kenyang.

Secara biologis, masa remaja merupakan fase pertumbuhan pesat yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan energi. Tubuh mengalami lonjakan hormon pertumbuhan dan hormon seks yang berdampak pada metabolisme. Kondisi ini membuat otak remaja lebih sensitif terhadap sinyal makanan, bahkan ketika cadangan energi sebenarnya masih cukup.

Kronologi prosesnya bermula dari cara kerja otak dalam mengatur nafsu makan. Pada remaja, bagian otak yang mengatur kontrol diri belum berkembang sempurna. Sementara itu, pusat penghargaan di otak berkembang lebih cepat dan merespons kuat terhadap rangsangan menyenangkan seperti makanan tinggi gula, lemak, dan garam.

Fakta utama menunjukkan bahwa rasa ingin makan tidak selalu dipicu oleh lapar fisik. Remaja dapat terdorong makan karena lapar emosional, kebiasaan, atau rangsangan visual dan aroma makanan. Lingkungan seperti keberadaan camilan, iklan makanan, dan kebiasaan makan bersama teman turut memicu keinginan makan meski tubuh tidak membutuhkan asupan tambahan.

Selain faktor otak, pola tidur juga berperan besar. Remaja cenderung mengalami kurang tidur akibat perubahan ritme biologis dan aktivitas harian. Kurang tidur memengaruhi hormon pengatur nafsu makan, yaitu meningkatkan hormon yang merangsang rasa lapar dan menurunkan hormon yang memberi sinyal kenyang. Akibatnya, keinginan makan muncul lebih sering.

Dampak dari kebiasaan makan tanpa rasa lapar dapat dirasakan dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, asupan kalori berlebih dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pencernaan. Dalam jangka panjang, pola ini berpotensi meningkatkan risiko kelebihan berat badan dan gangguan metabolisme jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik.

Di lapangan, fenomena ini terlihat pada kebiasaan remaja mengonsumsi makanan ringan di sela waktu makan utama. Camilan sering dikonsumsi sambil menonton layar atau bersosialisasi, sehingga proses makan tidak disadari sepenuhnya. Kondisi ini membuat sinyal kenyang dari tubuh sering terabaikan.

Faktor emosional juga memegang peranan penting. Tekanan akademik, pergaulan, dan perubahan suasana hati dapat mendorong remaja mencari kenyamanan melalui makanan. Makan menjadi sarana meredakan stres atau kebosanan, bukan sekadar memenuhi kebutuhan nutrisi.

Dari sisi kesehatan masyarakat, kebiasaan ini menjadi perhatian karena berkaitan dengan pola makan tidak seimbang. Asupan makanan tinggi energi namun rendah nutrisi dapat menggeser pola makan sehat yang dibutuhkan remaja untuk mendukung pertumbuhan optimal.

Langkah yang dianjurkan dalam menghadapi kondisi ini adalah meningkatkan kesadaran makan. Remaja didorong untuk mengenali perbedaan antara lapar fisik dan keinginan makan karena faktor lain. Pola makan teratur dengan komposisi seimbang membantu tubuh mengenali sinyal kenyang dengan lebih baik.

Peran keluarga dan lingkungan sekolah juga dinilai penting. Penyediaan makanan sehat, pembatasan camilan berlebihan, serta edukasi gizi dapat membantu remaja membangun kebiasaan makan yang lebih terkontrol. Aktivitas fisik rutin turut membantu menyeimbangkan kebutuhan energi dan nafsu makan.

Perkembangan terbaru dalam kajian kesehatan menunjukkan pentingnya pendekatan holistik. Tidak hanya fokus pada jumlah makanan, tetapi juga kualitas tidur, manajemen stres, dan kebiasaan harian. Pendekatan ini dinilai lebih efektif dalam membantu remaja memahami sinyal tubuhnya sendiri.

Pemerintah dan institusi kesehatan terus mendorong edukasi gizi sejak usia sekolah. Program promosi kesehatan diarahkan untuk membangun kesadaran bahwa makan sebaiknya didasarkan pada kebutuhan tubuh, bukan semata dorongan lingkungan atau emosi.

Dengan pemahaman yang tepat, fenomena remaja yang tetap makan meski tidak lapar dapat dikelola dengan lebih baik. Langkah preventif sejak dini diharapkan mampu mendukung kesehatan remaja hingga dewasa dan mencegah masalah kesehatan di kemudian hari.

P: Ria Apriani Kusumastuti

Halaman
3733067073743872993
Chat Kami disini

Form Bantuan Whatsapp

Hello! Ada yang bisa dibantu?
×
×
Total Harga ( Produk)

Tulis catatan disini untuk keterangan lainnya

Total Harga ( Produk)

Biaya Admin:

Biaya ongkir: dg berat ()

Total Pembayaran:

Untuk produk fisik, Ongkos kirim akan muncul setelah ongkir dipilih

Tampilkan Kupon