LISENSI

RmdmRmA6TmA7Rmd8Rmj7Rqw5R7TusBSpMXQpaVQps6ftMBQcsrfoaBL=

CUSTOM CSS DAN JS

CLOSE AD
Artikel,BPS,Ekonomi,islam kaffah,kemiskinan,Kepemimpinan Islam,Opini,Sosial,

Kemiskinan: Permainan Ala Kapitalis, Solusinya Hanyalah Islam

Sumber Gambar : Canva
Oleh : Imas Nurhayati | Aktivis Muslimah

Krinkz.co - Dilansir dari CNN Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan bahwa pada Maret 2025, garis kemiskinan nasional berada di angka Rp609.160 per kapita setiap bulan, atau sekitar Rp20.305 per hari. Penduduk yang tergolong miskin adalah mereka dengan pengeluaran di bawah batas tersebut. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengatakan angka ini mengalami kenaikan sebesar 2,34 persen dibandingkan periode September 2024.

Berdasarkan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), garis kemiskinan pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp609.160 per kapita per bulan. Angka ini meningkat 2,34 persen dibandingkan September 2024, sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers pada Jumat (25/7/2025).

Jika dilihat per wilayah, garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Di daerah kota, nilainya mencapai Rp629.561 per kapita per bulan atau naik 2,24 persen dari September 2024. Sementara di desa, garis kemiskinan berada di Rp580.349 per kapita per bulan, meningkat 2,42 persen dari periode sebelumnya.

Dari sisi pengeluaran, konsumsi makanan masih menjadi komponen terbesar dalam pembentukan garis kemiskinan dengan kontribusi 74,58 persen, sedangkan pengeluaran nonmakanan seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan berkontribusi sebesar 25,42 persen.

Meski secara statistik angka kemiskinan ekstrem terlihat menurun, hal tersebut hanya terjadi di atas kertas. Namun faktanya, standar garis kemiskinan juga sangat rendah (masih mengadopsi Purchasing Power Parity (PPP) 2017 sebagai acuan tingkat kemiskinan ekstrem nasional, yakni USD 2,15 atau setara sekitar Rp20.000 per hari). Ini adalah manipulasi statistik untuk menunjukkan kemajuan semu. Dalam sistem kapitalisme, perhatian pemerintah lebih sering tertuju pada mempercantik angka-angka ekonomi dan membangun citra keberhasilan di mata dunia, daripada benar-benar melihat dan menyelesaikan penderitaan rakyat di lapangan. Kemiskinan ekstrem sebenarnya bukan hanya soal definisi atau batas angka, tapi soal sistem yang sejak awal memang menciptakan kesenjangan. Kekayaan terus menumpuk di tangan segelintir orang, sementara sebagian besar rakyat harus berjuang keras untuk bisa sekolah, berobat, atau mendapatkan pekerjaan yang layak, yang biayanya kian hari kian mahal dan sulit dijangkau.

Alih-alih menjadi pelindung dan pengurus rakyat, negara dalam sistem kapitalisme justru lebih berperan sebagai pelayan kepentingan pasar bebas. Kebijakan yang dibuat biasanya hanya memperbaiki permukaan masalah, tanpa menyentuh akar yang membuat rakyat tetap terpuruk.

Berbeda dengan itu, dalam sistem khilafah, negara benar-benar bertanggung jawab memastikan semua kebutuhan dasar rakyat seperti makan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, hingga keamanan terpenuhi tanpa syarat pasar. Sumber daya alam dikelola untuk kepentingan seluruh umat, bukan untuk segelintir pihak.

Dengan begitu, kesejahteraan bukan lagi mimpi atau privilese, tapi hak yang dirasakan setiap orang. Sumber daya alam dikelola untuk kemaslahatan umat. Khilafah tidak mengukur kemiskinan berdasarkan angka PPP buatan lembaga internasional, melainkan berdasarkan terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu secara layak.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Halaman
3733067073743872993
Chat Kami disini

Form Bantuan Whatsapp

Hello! Ada yang bisa dibantu?
×
×
Total Harga ( Produk)

Tulis catatan disini untuk keterangan lainnya

Total Harga ( Produk)

Biaya Admin:

Biaya ongkir: dg berat ()

Total Pembayaran:

Untuk produk fisik, Ongkos kirim akan muncul setelah ongkir dipilih

Tampilkan Kupon